Cerpen : Sebuah Perkenalan

Cerpen : Sebuah Perkenalan : Kereta yang saya tumpangi berhenti tepat pada waktunya, di kota Koln, kota tua dengan banyak sejarah yang terletak di barat Jerman. Koln benar-benar berhias menyambut turis-turis yang datang dari penjuru dunia, menjelang sukacita musim panas yang penuh dengan pesta-pesta dan parade memukau.

Cerpen

Saya bertemu Ajenk di stasiun kereta di Koln, wajah ayu khas Jawa-nya menyunggingkan senyum, mengajak saya langsung ke Flat-nya yang sederhana, hanya 10 menit jalan kaki. Kami berbagi cerita, Ajenk adalah mahasiswi seni salah satu perguruan tinggi di Koln, ia mendapat beasiswa. Menariknya Beasiswa yang ia dapat lumayan unik, bukan karena kepintaran otak, ataupun jago menari yang membuatnya mendapatkan beasiswa penuh dari pemerintah Jerman. Hanya karena ia jago menyanyi dangdut lah yang membuatnya jadi peraih beasiswa tersebut.
Gadis Surabaya ini pun, memiliki karakter yang menawan, bukan hanya karena ia mandiri dan berumur muda. Namun dedikasinya akan musik dangdut patut di acungi jempol. Ia bersumpah akan mengenalkan musik dangdut ke penjuru Eropa, mensejajarkan musik tanah air ini dengan aliran musik lain yang sudah dulu populer.

Saya mengajaknya makan malam di pusat kota, seraya menikmati malam menjelang. Ajenk berinisiatip membuatkan bekal makanan yang di bungkus. Katanya daripada makan di luar, lebih baik kita bikin sendiri untuk nanti makan di pinggiran sungai Rhine. Ajenk dengan bijak mengajarkan saya tentang sebuah prioritas jika ingin bertahan di negeri asing.Dengan sepeda Ajenk, saya memboncengnya melintasi sungai Rhine menikmati panorama indah.

Kami berhenti di salah satu sudut keramaian, tak jauh dari dermaga kecil, dengan rimbun pohon-pohon. Kami membuka bekal makanan yang tadi diolah Ajenk. Sandwich sosis dan telur dengan mayonaise lezat.

“Coba lihat disana Rei”

Saya menatap arah telunjuk Ajenk, menatap Matahari yang mulai terbenam di balik kathedral Dom of Cologne. Semilir angin yang melenakan, dan bekal makanan lezat melengkapi Indahnya senja kala itu. Di salah satu sudut lainnya, sekelompok pemusik mengalunkan musik sendu pengantar senja.

Ketika matahari benar-benar tenggelam di balik bukit, lampu-lampu hias di antara pepohonan menyala. Dan Irama musik dari penyanyi jalanan berubah menjadi riang, Ajenk menepuk pundak saya, tersenyum mengisyaratkan sesuatu. Ia lalu menghampiri pemusik jalanan tersebut yang ternyata adalah teman-temannya, sesama musisi.

Diiantara banyaknya penonton dan wisatawan yang menikmati keindahan senja menuju malam, Ajenk langsung mengambil Mic dan lagu riang balada berbahasa Jerman sebelumnya, sudah berganti dengan irama yang saya hapal betul. Ajenk dengan lincah dan joget khasnya menyanyikan lagu “Kopi dangdut” yang rancak, membuat pengunjung yang ada tiba-tiba membuat lingkaran penuh sesak menyaksikan Ajenk beraksi dengan joget gemulai nan enerjik serta kerlingan khusus dari mata bulatnya.

Tanpa terasa Penonton pun ikut berjoget mengikuti irama dangdut, Ajenk benar-benar menjadi magnet yang kuat. Bahkan saya mendengar celotehan wisatawan dari negeri sendiri yang tiba-tiba saja menelpon ke rumahnya.

“Ibu… halo Ibuuu, di Jerman ada musik dangdut. Di sini heboh banget, yang nyanyi hebat Buuu!”

Gadis muda yang datang bersama teman-teman Indonesianya itu rupanya menelpon Ibunya dengan nada histeris, ada binar takjub menyaksikan Ajenk di tengah kerumunan massa, menghipnotis banyak orang.

Berikutnya gadis muda itu ikut menyanyikan lantang lagu dangdut yang dibawakan Ajenk, seolah ingin para orang disana tau, kalau ia pun tau lagu itu, dan itu lagu dari negaranya. Gadis muda itu menyanyi sambil terharu. Pancaran rasa bangga jelas sekali ia sematkan pada gadis Jawa yang sedang menyanyi tersebut.

Indonesia berhutang pada Ajenk, yang membawakan misi kebudayaan, yang mampu membuat orang luar tahu bahwa Dangdut pun adalah musik kelas dunia yang tak bisa dipandang sebelah mata.

Itulah perkenalan unik saya dengan Ajenk, perempuan ramah yang punya cita-cita akan menjelajah Eropa dan akan menyanyikan musik dangdut kemanapun nanti Tuhan membawanya pergi.

 

Jalan Hidupku Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger